Hubungan Timbal Balik Manusia dengan Mangrove
Oleh:Nuril Fikriyah Juara II Lomba Essay Aku dan Mangrove
Mangrove merupakan salah satu jenis tanaman yang hidup di habitat air payau dan air laut. Hutan mangrove juga dikenal sebagai habitat bagi spesies laut dan darat. Habitat yang ada di mangrove dapat ditemukan baik di bawah maupun di atas permukaan air. Di bawah air, hutan mangrove memiliki akar dan lapisan lunak memberi pangan, naungan dan perlindungan dari predasi sehingga dijadikan tempat bertelur dan berkembang biak ikan dan spesies laut (UNEP, 2014). Sedangkan di atas permukaan air, pohon dan kanopi mangrove menjadi habitat burung, serangga, mamalia, dan reptil (Mangrove Action Project, 2015).
Selain menjadi habitat bagi hewan, seperti yang kita ketahui mangrove pun memberi manfaat
kepada manusia. Dibandingkan dengan hutan tropis, hutan mangrove lebih banyak menyimpan karbon, sehingga perannya dalam strategi mitigasi perubahan iklim global sangat penting. Keberadaan mangrove selain mampu mengikat karbon, mangrove juga memiliki fungsi ekosistem seperti memberi suplai dan regenerasi nutrisi, daur ulang polutan, siklus air,
dan menjaga kualitas air, mangrove juga mampu mempertahankan erosi pada pesisir, mengurangi dampak terjangan badai, gelombang, dan siklon tropis.
Indonesia sebagai negara kepulauan adalah salah satu negara yang memiliki wilyah hutan mangrove luas di dunia. Sekitar 3 juta hektar hutan mangrove tersebar di sepanjang 95.000 km pesisir Indonesia yang berarti 23% dari keseluruhan ekosistem mangrove dunia (Giri et al., 2011). Hutan mangrove di Indonesia pun memberi manfaat dari bagian-bagiannya menjadi produk olahan mulai dari material bangunan, peralatan nelayan, hingga oalahan yang dapat dikonsumsi. Selain bagian dari mangrove yang dapat dimanfaatkan, keindahan dari Hutan Mangrove sendiri di Indonesia tidak sedikit yang dijadikan sebagai ekowisata, menyusuri hutan mangrove dengan menggunakan perahu atau sekedar berjalan kaki menikmati hijaunya hutan mangrove yang indah.
Di balik manfaat yang diberikan mangrove, terdapat ancaman yang memengaruhi
kelangsungan hidup mangrove. Dalam laporannya Kemenko Maritim menyampaikan bahwa,
dalam kurun waktu 2010-2015 telah terjadi degradasi mangrove seluas 260.859,32 ha. Pada
tahun berikutnya 2018, seluas 1,82 juta ha mangrove dalam keadaan kritis. Baru-baru ini juga
pada Bulan Januari 2019, terdapat fenomena dieback di Teluk Benoa yang membuat mangrove sekarat dan mati karena ketidakmampuan adaptasi pada perubahan lingkungan yang terjadi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, perubahan iklim yang terjadi
menimbulkan sedimentasi yang menutup akar nafas mangrove. Sedimentasi tersebut terjadi
dengan beberapa indikasi diantaranya aliran pasang surut dan limbah dan sampah di sekitar
area mangrove (Kemenko Bidang Kemaritiman dan KLHK, 2018).
Sudah seharusnya, manusia dan alam memiliki hubungan timbal balik yang menuntungkan. Alam memberi berbagai manfaat kapada manusia dalam hal pangan, ekonomi, rekreasi, dan Ruang Terbuka Hijau. Berbagai manfaat tersebut diterima oleh manusia, dalam hal ini manusia sendiri juga harus memberi timbal balik, senantiasa menjaga dan melestarikan lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu ada upaya keberlanjutan yang seharusnya dapat dilakukan oleh manusia. Jika melihat fenomena yang terjadi, dapat dikatakan bahwa manusia masih belum sepenuhnya menjaga dan melestarikan alam. Bukan hanya sebagai bentuk balas budi kita terhadap alam, namun ketika alam sudah tidak memberikan manfaat kepada manusia, keberlangsungan hidup manusia secara tidak langsung juga dapat terancam karena keberadaan alam sendiri juga berperan dalam menjaga keseimbangan yang ada di bumi.
Upaya pelestarian mangrove oleh manusia dapat berbentuk berbagai kegiatan seperti penanaman mangrove oleh pemerintah daerah setempat dengan melibatkan masyarakat baik masyarakat pesisir dan juga masyarakat secara umum. Namun, penanaman mangrove belum
mampu menggantikan peran mangrove yang sudah ada sebelumnya secara langsung karena
butuh waktu untuk berkembang dan menjadi dewasa yang kuat sehingga mampu melindungi
ekosistem sekitarnya. Oleh karena itu pengelolaan yang dilakukan harus mulai dari hulu hingga hilir. Hulu disini merupakan langkah pencegahan terhadap ekosistem mangrove, seperti adanya larangan terdahap perusakan ataupun batasan eksploitasi yang dapat dilakukan yang diatur dalam Perda tiap daerah yang memiliki pesisir. Adanya peraturan tersebut hendaknya didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, pemerintah, dan pihak luar lainnya.
Ilustrasi sumber foto: Yan Yanto/FLICKR
Dalam hal pemanfaatan mangrove sebagai tempat wisata juga perlunya pihak pengembang untuk selalu memperhatikan kebersihan dan pembangunan yang ada sehingga tidak merusak ekosistem mangrove, seperti yang dapat diketahui bahwa tempat wisata juga perlu diawali dengan mengetahui kesesuaian dan kemampuan lahan mangrove sebagai lokasi wisata, selain itu adanya pengunjung tentu tidak sedikit sampah yang dihasilkan sehingga pengelola wisata juga perlu memperhatikan peraturan untuk pengunjung agar selalu menjaga dan menyediakan sarana kebersihan yang baik. Harapannya ketika mangrove dijadikan sebagai tempat wisata yang mampu memberikan nilai ekonomis, ekosistem mangrove tetap terjaga dan lestari.
Kegiatan wisata pada umumnya selalu mengalami perkembangan dan inovasi, seperti halnya pada Wisata Mangrove Daun di Pulau Bawean yang kini semakin banyak spot foto dan fasilitas lain yang diberikan. Sehingga perlu batasan dan pengelolaan yang baik agar wisata yang berkembang tidak merusak bahkan mengancam ekosistem mangrove itu sendiri. Degradasi mangrove yang terjadi karena adanya konversi hutan mangrove salah satunya menjadi tambak udang yang didukung dengan Revolusi Biru sebagai upaya manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya hayati laut untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia
terutama sebagai sumber protein.
Sebagaimana pernyataan sebelumnya, dampak negatif yang menimbulkan permasalahan dalam revolusi biru ini salah satunya adalah banyaknya hutan mangrove yang beralih fungsi menjadi lahan tambak. Sehingga dalam hal ini perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap hilangnya hutan mangrove. Lahan tambak yang berada di pesisir juga membutuhkan mangrove, tidak sedikit lahan tambak masyarakat yang rusak karena abrasi sehingga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Begitu pula yang terjadi di Tambak di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Keberadaan mangrove sebenarnya dapat pula dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kegiatan perikanan budidaya yang dikenal sebagai Konsep Silvofishery yang merupakan konsep budidaya tambak udang vaname dan bandeng dengan menggunakan tanaman mangrove sebagai sumber pakan dan nutrisi yang alami. Penerapan Konsep Silvofishery pada tambak masyarakat ini diketahui lebih murah daripada tambak pada umumnya karena tidak membutuhkan biaya pakan, namun dibutuhkan pengelolaan dengan pemupukan sebelum masa budidaya yang juga tidak lebih daripengelolaan tambak pada umumnya. Sehingga tanaman mangrove sebenarnya selain memberikan perlindungan terhadap lingkungan di sekitarnya juga memberikan manfaat berupa nutrisi alami dalam budidaya udang dan bandeng yang dapat mengurangi biaya yang diperlukan oleh petambak sehingga keuntungan yang diperoleh dapat meningkat.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dengan hati dan akal
yang dimiliki, sudah sepatutnya manusia memanfaatkan perasaan dengan baik dan pikiran dengan jernih. Bumi dengan kekayaan alam yang dimiliki juga sepatutnya dijaga dan dilestarikan karena keberadaanya telah memberikan keseimbangan bagi kehidupan di bumi kita. Hubungan timbal balik keduanya harus berjalan dengan seimbang, sebagai manusia juga sudah semestinya memanfaatkan alam dengan bijak dan berupaya dalam menjaga serta melestarikan alam agar kehidupan di bumi dapat berjalan secara harmonis.
Referensi
Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., . . . Duke, N. (2011).
Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation
satellite data. Global Ecology and Biogeography, 20(1), 154-159.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. 2018. Sebaran mangrove kritis Indonesia. Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman. Jakarta
Mangrove Action Project. (2015). Endangered Specied Associated with Mangroves. from
http://mangroveactionproject.org /endangered-species/
UNEP. (2014). Importance of Mangroves to People: A Call to Action: United Nations
Environment Programme World Conservation Monitoring Centre, Cambridge.
0 Komentar