Art for Change

Dipublikasikan oleh admin pada

Oleh: Dian Yunita Fadilla – Sukarelawan Hutan itu Indonesia

“Senang bisa berkolaborasi dengan Hutan Itu Indonesia. Selain bisa menyebarkan semangat berkarya, jadi bisa menyebarkan awareness untuk menghemat kertas. Bahwa kertas tidak hanya sekali pakai lalu dibuang tetapi masih bisa dipakai untuk hal lain” Kak Anya, Founder Doodle Art Indonesia

Azalia Paramatatya yang biasa dipanggil Kak Anya, adalah pendiri dari Doodle Art Indonesia (@doodleartindonesia).DAI saat ini sudah berusia 6 tahun, sejak 7 Februari 2015.  DAI didirikan sebagai wadah untuk mereka yang suka gambar atau setidaknya memiliki minat menggambar. Awalnya, akun Instagram DAI hanya tempat untuk merepost karya doodle dari orang-orang. Namun, seiring berjalannya waktu, DAI terus berkembang sampai saat ini memiliki 60 komunitas doodle art di seluruh Indonesia.

Kegiatan DAI berbasis regional yang artinya, jika kamu ingin ikut bergabung dengan komunitas DAI, kamu bisa bergabung sesuai domisili kamu. Contohnya, jika kamu tinggal di kota Denpasar, kamu bisa bergabung dengan @doodleartBali, atau jika kamu berada di kota Padang, kamu bisa bergabung dengan @doodleartMinang.

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan DAI, tidak hanya doodling tetpau juga sharing session kepada para anggotanya. Sebelum pandemi, tiap regional rutin melakukan gathering untuk menggambar bersama-sama. Biasanya, kegiatan ini dilakukan di ruang publik terbuka. Sebagai contoh, regional Jakarta biasanya melakukan kegiatannya di Taman Menteng. Selain itu, komunitas DAI juga sering mengadakan workshop, pameran, dan kompetisi. Namun, sejak adanya pandemi kegiatan berkumpul rutin berubah menjadi kegiatan online.

Komunitas DAI percaya bahwa berkarya itu tidak mengenal batasan usia dan skill. DAI terbuka untuk umum dan segala usia asal memiliki ketertarikan untuk menggambar. Bahkan banyak anggota yang awalnya belum bisa menggambar dan DAI menjadi wadah bagi mereka untuk saling belajar dan berbagi ilmu.

Doodle merupakan seni mencoret, suatu hal yang sering kita lakukan tetapi kita tidak sada bahwa hal itu bisa menjadi karya seni. Coretan-coretan tersebut bisa memiliki makna. Media doodle pun tidak hanya sebatas kertas. Banyak media yang bisa digunakan seperti talenan, kaos, dan gelas. Benda-benda tersebut yang awalnya polos bisa menjadi karya seni dan menambah nilainya sehingga bisa menjadi barang untuk diperjual belikan sebagai hadiah wisuda, hadiah ukang tahun, dll.

Foto 1 – Kak Anya membuat doodle dengan media cup bekas yang bisa digunakan sebagai wadah alat tulis

DAI juga sering melakukan campaign atau tema terhadap isu tertentu seperti isu-isu sosial. Campaign di media sosial dinilai cukup efektif karena dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. DAI memiliki semangat bahwa berkarya itu menyenangkan dan untuk siapa saja tanpa batasan umur dan skill. Siapapun bisa menyuarakan sesuatu melalui karyanya.

Saat ini, @hutanituid dan @doodleartindonesia sedang berkolaborasi yaitu doodle for forest. Sebuah kompetisi doodle dengan tema Hutan Kita Juara. Kali ini DAI juga melakukan campaign berupa penggunaan kertas bekas sebagai media doodle. Dengan me-reuse kertas, diharapkan peserta bisa aware untuk lebih menghemat kertas. Challenge doodle ini dibuka mulai tanggal 15 Agustus-15 September 2020.

Q&A Session:

Bagaimana cara bergabung dengan DAI?

Silakan langsung kontak akun IG @doodleartindonesia, nanti akan diarahkan untuk bergabung dengan komunitas regionalnya? Kenapa dibuat tiap regional? Agar lebih efektif, sehingga komunitas bisa berkumpul sesuai dengan kotanya dan kegiatan pun berjalan dengan lebih fokus.

Bagaimana mengatasi kritikan atas karya kita?

Berkarya itu bebas dilakukan oleh siapa saja, jangan takut dan minder jika karya kita dibilang jelek. Coba terus berlatih agar terus berkembang dan hangan takut mencoba. Tetap mendengar masukan dari orang-orang tetapi tidak usah terlalu mendengar ejekan orang, fokus untuk berkembang dan memperbaiki karya.

Peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk doodle?

Bebas saja. Biasanya kita menggunakan kertas, spidol, dan pensil. Namun bisa macam-macam juga tergantung media doodlenya. Jika kita menggunakan kaos atau totebag sebagai media gambar, maka kita harus mencari spidol yang sesuai untuk bahan tersebut.

Bagaimana jika ada orang yang menjatuhkan karya kita?

Sebaiknya tidak usah terlalu dipikirkan, walaupun kadang hal tersebut berdampak pada kepercayaan diri kita. Namun, jika terlalu didengarkan dan dipikirkan kita jadi tidak punya waktu untuk berkarya lagi. Lebih baik fokus untuk berlatih terus dan membuat karya baru.

Bagaimana untuk mengatasi kebosanan saat berkarya?

Biasanya kita bosan karena melakukan hal yang sama berulang-ulang. Cobalah hal baru, liat tutorial lain, eksplor gaya baru, kolaborasi dengan teman yang lain, atau saling berbagi ilmu. Dimulai lagi pelan-pelan. Karena awalnya ingin berkarya dengan fun malah menjadi beban.

Bagaimanakah kriteria doodle yang menarik?

Sebenarnya tidak ada batasan baik dan buruknya sebuah doodle, kembali lagi pada diri kita masing-masing. Namun, biasanya untuk lomba atau kompetisi, ada kriteria-kriteria khusus yang ditentukan seperti kesesuaian tema dan lain-lain.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *