Cerita dari Hutan Sumatra

Dipublikasikan oleh admin pada

Oleh : Putri Hana Syafitri – Sukarelawan Hutan itu Indonesia

Nur Qomariyah, Project Officer dan KM WARSI, yang menjadi narasumber Cerita Dari Hutan Sumatra mengatakan bahwa menurut data kompas, sejak 1990-2020 terjadi degradasi terus menerus yang memakan 420jt hektar luas hutan. Namun di sisi lain, Indonesia juga berhasil menurunkan emisi sebesar 200jt ton, meski laju deforestasi masih berlangsung. 

Selain itu, lanjutnya, Mongabay juga menyebutkan dalam datanya bahwa Sumatera mendominasi sekitar 50% dari deforestasi dengan trend ke depan sekitar 245 ribu hektar per tahun dari 2017-2034. Hal ini terus terjadi akibat dari illegal logging, usaha pertambangan, transmigrasi, pembukaan lahan untuk bercocok tanam, musim kemarau panjang, letusan gunung berapi, tsunami, kebakaran hutan, hingga penebangan hutan liar. Yang paling endanger adalah habitat satwa, di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ada sekitar 700 gajah sering mati karena kurangnya ketersediaan pangan, belum lagi soal konflik satwa dengan petani yang tidak teredukasi dan tersosialisasi. 


Dari segelintir permasalahan tersebut, WARSI hadir untuk memberikan inisiatif community engagement seperti peningkatan skill dan pemberdayaan gender, lalu landscape management seperti mengenalkan ruang secara partisipatif dan guardian technology untuk memudahkan pelacakan siapa yang melakukan kerusakan, kemudian patroli management. Kemudian untuk area gambut, WARSI melakukan ecotourism dan tour de gambut village. Tak hanya itu, WARSI juga melakukan carbon trade, sehingga masyarakat juga mendapatkan benefit dari hutan. Terakhir, WARSI juga melakukan advokasi untuk perlindungan wilayah dan mengajak masyarakat untuk mengadopsi pohon. Banyak musisi yang telah mengadopsi pohon di beberapa kawasan hutan di Sumatera. Seperti Astrid, Daniel Mananta, dan Dian Sastro.

Kegiatan ini tak hanya dilakukan WARSI, masyarakat di kawasan hutan Sumatera juga turut andil dalam menjaga sumber pasokan dan kehidupan mereka. Bahkan juga dilakukan oleh masyarakat di kawasan leuser, Aceh, lokasi dimana Irham Hudaya Yunardi bersama dengan Tim dari HAkA Sumatera mengabdi. Irham, yang juga menjadi narasumber kali ini, mengatakan bahwa Kawasan Ekosistem Leuser Aceh yang memiliki luas 2.6 juta hektar ini sangat berperan penting menyerap karbon dan mitigasi perubahan iklim. 

HAkA atau Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh, juga memiliki inisiatif kampanye dan advokasi, pemberdayaan dan pendampingan masyarakat, dan pemantauan satelit dan analisis. Pendampingan masyarakat sangat penting untuk mengedukasi masyarakat mengenai AMDAL, karena ini tentu berkaitan dengan ruang hidup mereka. Sedangkan pemantauan satelit dan analisis penting untuk mengumpulkan data tutupan hutan melalui analisis citra satelit untuk melihat dampaknya dengan membandingkan data bencana di Provinsi Aceh. Data ini juga digunakan oleh mitra dan pemangku kebijakan terkait dalam upaya pelestarian hutan.

Masyarakat di sana bahkan sudah meyakini filosofi bahwa jika tidak ada rimba, maka bunga tidak ada, jika bunga tidak ada maka dewa tidak akan datang lagi. Artinya, jika hutan tidak ada maka tidak akan ada lagi keberkahan.

Putri Hana Syafitri


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *