Para Penjaga Hutan Leuser

Dipublikasikan oleh admin pada

Ranger FKL Memusnahkan jerat di Kawasan Ekosistem Leuser, Foto oleh : Carter Kirilenko

Hore Hutan ke-29: bersama Kak Irham Hudaya Yunardi

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) memiliki landskap seluas 2,6 juta hektar yang areanya melintasi 2 Provinsi, yakni Aceh (2 juta hektar) dan Sumatera Utara (0,6 juta hektar). Di Provinsi Aceh, ada Forum Konservasi Leuser (FKL) yang berfokus pada beberapa site/lokasi di Kawasan Ekosistem Leuser, untuk melakukan restorasi hutan dengan melibatkan masyarakat, maupun dengan restorasi alami (dengan membiarkan ekosistem hutannya kembali terbentuk sendiri secara alami dengan pembiaran area tanpa penanaman kembali, dengan membatasi aktivitas manusia di area restorasi tersebut).

Kegiatan para ranger penjaga hutan Leuser umumnya berbentuk patroli berkeliling di titik yang direncanakan, dengan fokus mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, serta memusnahkan jerat-jerat/perangkap satwa yang ada di hutan. Sementara patroli yang melibatkan masyarakat, umumnya berlangsung selama 6-10 hari, dengan area yang lebih sempit, hanya berkisar hingga pinggir-pinggir batas wilayah desa tempat tinggal mereka saja.

“Badak, orang utan, gajah, dan harimau, adalah merupakan satwa kunci yang hidup di Kawasan Ekosistem Leuser.”

Saat ini ada tiga stasiun penelitian yang aktif di Kawasan Ekosistem Leuser, yakni Stasiun Penelitian Ketambe di Aceh Tenggara (merupakan stasiun penelitian orang utan pertama di dunia), Stasiun Penelitian Soraya di Subulussalam, dan Stasiun Penelitian Suaq Belimbing di Aceh Selatan.

Penelitian di stasiun penelitian tersebut umumnya dilakukan oleh mahasiswa dari Aceh, luar Aceh, bahkan ada yang dari luar negeri, dengan rentang pendidikan peneliti mulai dari S1 hingga S3. Penelitiannya pun beragam, mulai dari keanekaragaman hayati di Kawasan Ekosistem Leuser, penelitian mengenai kupu-kupu yang ada di sekitar stasiun penelitian, bahkan ada yang fokus meneliti amfibi-amfibi yang ada di sungai-sungai di Kawasan Ekosistem Leuser tersebut. Namun selama pandemi ini, akses untuk penelitian ditutup sementara.

Berbicara mengenai program adopsi hutan, ini merupakan program yang pertama kali didapatkan FKL dari kerja sama dengan Hutan Itu Indonesia (HII), berbentuk pendekatan konservasi hutan yang belum pernah dicoba FKL sebelumnya, dimana kita bisa mengadopsi pohon yang ada di hutan, lalu dana yang terkumpul akan digunakan untuk membantu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh staf-staf yang ada di Stasiun Penelitian Soraya, baik untuk operasional stasiun, maupun kegiatan pendampingan masyarakat, seperti edukasi, dan meningkatkan kapasitas masyarakat sekitar hutan untuk bisa berpatroli (merupakan kegiatan yang melibatkan masyarakat dalam konservasi agar lebih mencintai hutan dan memahami mengapa hutan harus dilindungi, yang dapat diceritakan langsung oleh masyarakat lokal ke lingkungan sosial mereka sendiri), dan kegiatan lainnya.

“Gak pernah terbayangkan, bahwa sebenarnya di lapangan, dinamika isu lingkungan itu lebih kompleks daripada yang diceritakan di berita atau video-video dokumenter, lebih banyak lagi yang saya pelajari selama terjun di dunia lingkungan dan konservasi yang tidak terceritakan dalam berita..” – Irham H Yunardi.

*Forum Konservasi Leuser (FKL) merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berada di Banda Aceh, dan berkantor regional di Langsa, Tapak Tuan, dan Kuta Cane dengan unit 26 Tim yang berpatroli di sepanjang kawasan ekosistem Leuser di Provinsi Aceh, minimal 15 hari per bulan, dengan satu tim terdiri dari 4 ranger dari FKL dan 1 dari perwakilan Pemerintah (baik ranger dari Taman Nasional, maupun ranger kawasan hutan lindung lainnya).


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *